Dinas kelautan dan perikanan siapkan 4 grand strategi perikanan
Afiliasi - Agenda Walikota Medan
Terkait visi baru Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang mengupayakan Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015 mendatang, DKP menciptakan empat grand strategy yang sebagai The Blue Revolution Policies.
Demikian dikatakan Dirjen Perikanan Tangkap Dedy Heryadi Sutisna melalui kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Soen’an H Purnomo, dalam siaran persnya pagi ini terkait kunjungan kerja yang dilakukan menteri Kelautan dan Perikanan hari ini di Medan.
“Empat grand stratagy tersebut yakni pertama memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi, kemudia mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Ketiga meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan terakhir memperluas akses pasar domestik dan internasional,” sebut Heryadi.
Berdasarkan empat kebijakan tersebut, urainya, DKP terus berupaya mendorong para nelayan melakukan pengembangan armada skala kecil dan menengah sehingga dapat melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas. Langkah tersebut dapat mengurangi kepadatan penangkapan ikan di berbagai WPP yang sudah jenuh serta sebagai upaya terciptanya pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan.
Untuk mewujudkannya, lanjut Dirjen, DKP memprogramkan restrukturisasi armada kapal perikanan nasional sehingga mampu memanfaatkan sumber daya ikan (SDI) di laut lepas, melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi.
“Mendorong nelayan untuk dapat melakukan penangkapan di ZEE tentunya membutuhkan pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional dengan armada penangkapan yang gross tonase-nya lebih besar (>30 GT).
“Karena itu, pelabuhan tidak hanya sebagai tempat sandar kapal, tapi juga harus memiliki fungsi strategis lain sehingga mempunyai dampak ganda (multiplier effects) bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, termasuk pendapatan asli daerah (PAD), dan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Dijelaskan Dirjen, menilik data statistik 2007 - 2008, produksi perikanan tangkap di laut terus meningkat, Jika 2007 sebanyak 4,73 juta ton, 2008 meningkat menjadi 4,86 juta ton.
Begitu juga dengan jumlah kapal penangkapan ikan segala ukuran pada tahun 2007 sebanyak 590.314 sedangkan pada tahun 2008 menjadi 590.380. Sementara jumlah nelayan perikanan tangkap di laut juga meningkat dari 2,75 juta jiwa menjadi 2,77 juta jiwa.
Seiring beragam fungsinya kegunaan pelabuhan termasuk berkembangnya tugas-tugas DKP sebagai pelaksana fungsi pelabuhan perikanan, papar Dirjen, pihaknya kini juga memperluas fungsi pelabuhan. Yakni, sebagai fasilitasi produksi, penanganan dan pengolahan, pengendalian dan pengawasan mutu serta pemasaran hasil perikanan di wilayahnya.
Bahkan, pelabuhan juga memiliki fungsi melakukan pembinaan masyarakat nelayan, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan, kelancaran kegiatan kapal perikanan, pengumpulan data dan informasi publikasi hasil riset, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, serta melakukan pengendalian lingkungan (K3, kebakaran, pencemaran).
Dalam mendukung tugas dan fungsi tersebut, kata Dirjen, DKP kini berupaya mendorong pengembangan pelabuhan perikanan khususnya di daerah yang potensial dan lingkar luar Indonesia, menerapkan port state measure, mengembangkan basis data dan informasi perikanan di pelabuhan perikanan, dan meningkatkan kualitas pelabuhan perikanan UPT daerah.
“Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan penangkapan di laut terluar dapat dilaksanakan sebagai upaya besar pengelolaan perikanan berbasis wilayah,” tandasnya.
Selasa, 13 April 2010
strategi bersaing antara Giant dan Town square
analisis strategi persaingan antara giand dan town squere
Pembahasan Masalah
Berikut akan kami lampirkan sebuah artikel yang kami dapat dari “www.mediakonsumen.com” dan akan menjadi bahan pembahasan kami mengenai analisis pembukaan cabang baru supermarket Giant di Setos (Serpong Town Square).
Feb 8
Re-Opening Giant Hypermarket Serpong Town Square?
Filed Under Analysis, Giant
Persaingan yang ketat di industri retail (Mass Merchant, Retail Property), mulai membawa korban terutama di Jakarta. Tidak sedikit pemain yang menyingkir dari Jakarta, atau lempar handuk putih sekalian alias menyerah. Bagaimana dengan Serpong Town Square? udah beberapa minggu ini, jika anda sering melintas Jalan Tol Jakarta-Tangerang, anda akan melihat sign board Giant Hypermarket yang menyala lagi di Serpong Town Square.
Apakah ini pertanda Giant Hypermarket akan buka lagi di Setos?
Serpong Town Square atau yang lebih dikenal dengan Setos, sekarang ini mengalami hal yang menyedihkan. Di awal pembukaannya, Setos mempunyai Anchor Tenant seperti Giant Hypermarket, Electronic Solution.
Tapi hal ini tidak berlangsung lama. Satu persatu tenant utama itu menutup outletnya di Setos lantaran sepi pengunjung. Meskipun konon keduanya tidak mengeluarkan uang sewa untuk kehadirannya di Setos.
Setos dijuluki Mall kuburan lantaran sepinya pengunjung. Apakah hal ini lantaran kalah bersaing dengan Carrefour Cikokol yang terletak tidak jauh dari sana? Tidak lama setelah Carrefour Cikokol hadir, Alfa Cikokol yang merupakan cabang terbesar Alfa pun tutup, dan akhirnya Alfa nya sendiri malah dibeli Carrefour.
Faktor lain, adalah tingkat persaingan yang semakin tinggi di sekitar kawasan itu. Jika kita perhatikan mulai dari pintu tol Tangerang hingga Serpong, sudah berdiri beberapa tempat belanja. Mulai dari WTC Matahari dengan Hypermart, Summarecon Mal Serpong dengan Fresh Marketnya, Makro, Giant, dst.
Selain itu, konon sepinya pengunjung Setos lantaran tidak ada Angkot yang ngetem di sekitar kawasan itu. Sebelumnya daerah yang dikenal sebagai tempat ngetemnya Angkot nyari penumpang. Dan situasi itu sekarang sudah tidak ada lagi.
Perlu usaha keras untuk menarik pengunjung ke Setos. Persaingan yang keras diantara pusat perbelanjaan yang lain, daya beli masyarakat yang masih diragukan terutama di daerah Tangerang dan sekitarnya, dan kombinasi tenant di Mall itu sendiri.
Dengan dibukanya kembali Giant di Setos, sebenarnya pertanda bahwa pengelola Setos pun berbuat sesuatu, meskipun hasilnya masih dapat dipertanyakan di kemudian hari. Kita tunggu saja.
Solving Problem
• Time Context
Permasalahan yang dialami oleh Giant hypermarket di Setos terjadi pada tanggal 8 Februari 2008
• View Point
Dairy Farm, yang merupakan induk perusahaan dari Giant dan Giant itu sendiri adalah pihak yang bertangung jawab atas kejadian tersebut. Karena Dairy Farm tidak dapat berkoordinasi dengan pihak manajemen Giant, dan Giant Setos yang pada dasarnya memiliki manajemen yang kurang baik.
• Central Problem
Permasalahan utama yang dihadapi Giant Setos pada saat itu adalah:
1. Sepinya pengunjung yang datang ke mal tersebut. Faktor penting yang membuat suatu mal ramai adalah dukungan dari fasilitas transport umum yang berada atau melewati daerah tersebut, contoh Pluit Village (dulunya Mega Mall) dilewati oleh angkot B06, U10, dan Metromini 02, serta bajaj-bajaj dan taksi yang tersedia di Pluit Village. Namun hal yang terjadi di mal Setos, memang ada kendaraan umum yang lewat tapi mereka tidak mau ngetem lagi disana.
2. Faktor selanjutnya disebabkan karena kurangnya dukungan dari pihak pengelola Setos untuk mempromosikan isi mal tersebut kepada masyarakat di sekitar kawasan Serpong. Kami ambil contoh lagi Pluit Village. Untuk menjadi Pluit Village, Mega Mall membutuhkan renovasi yang sangat lama, yaitu memakan waktu sekitar 2 tahun, dan itupun belum sepenuhnya renovasi tersebut selesai. Pada saat yang bersamaan, dibukalah Mal Pluit Junction dan Emporium yang jaraknya sangat berdekatan dari Pluit Village, yaitu hanya sekitar 500m. Waktu itu banyak masyarakat yang meyakini bahwa Pluit Village tidak akan mampu menyaingi mal tersebut, namun tidak demikian kenyataannya.
3. Kurang strategisnya letak Giant Setos dibandingkan tempat-tempat pembelanjaan lain di kawasan tersebut seperti Carrefour Cikokol dan Sumarecon Mal Serpong.
4. Kurang gencarnya promo-promo yang diadakan oleh pihak Giant di Setos dibandingkan Carrefour Cikokol.
• Objective
o Must
Tujuan yang harus dicapai oleh Giant Hypermarket Setos dalam waktu singkat adalah meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke mal tersebut agar mencapai target yang mereka buat yaitu sekitar 80% dari 100% (8000 orang/ bulan selama 1 tahun pertama)
o Want
Dengan tercapainya tujuan utama tersebut, diharapkan bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan profitnya sebesar 20% dari total BEP (Break Even Point) di tahun pertama.
• Area of Consideration
o Internal
Me-manage pembukuan antara pemasukan, pengeluaran, dan profit dengan seefektif mungkin, sehingga dapat menekan harga jual produk sampai seekonomis mungkin. Selain itu juga menggunakan pegawai dalam jumlah yang secukupnya sehingga tidak terjadi pemborosan uang untuk hal-hal yang sifatnya berlebihan.
o External
1. Menyediakan halte-halte di sekitar mal Setos, dimana angkutan umum dapat ngetem atau menurunkan penumpang tanpa mengganggu kelancaran arus lalu lintas di daerah tersebut, sehingga lebih memudahkan orang-orang untuk dapat berbelanja di Giant yang terletak di Setos. Selain itu bisa juga didukung pihak pengelola mal dengan disediakannya shuttle bus menuju mal Setos, seperti yang dapat kita lihat pada pusat-pusat perbelanjaan seperti Citraland dan WTC Mangga Dua.
2. Meminta dukungan promosi dari pihak Mal Setos. Contohnya adalah dengan membuat handbook-handbook kecil yang berisi promosi-promosi yang sedang diadakan di took-toko dalam mal tersebut, dimana handbook tersebut terbit setiap bulannya dan dibagikan gratis ke rumah-rumah di sekitar kawasan Serpong. Selain itu pihak mal Sentos juga dapat meningkatkan jumlah pengunjung dengan mengadakan event-event khusus di mal tersebut, misalnya mengadakan ajang pencarian bakat atau lomba nyanyi, atau mungkin dengan mendatangkan artis.
3. Membagikan katalog produk Giant Setos ke rumah-rumah di kawasan Serpong, dengan begitu kami meyakini jumlah pengunjung di mal Setos tersebut akan meningkat, sehingga tidak perlu lagi ada pergantian usaha-usaha retail di mal Setos tersebut.
• Alternative Course of Action
Langkah alternative yang dapat diambil oleh pihak Giant adalah dengan
1. Memindahkan Giant Hypermarket ke lokasi lain yang lebih strategis dibandingkan di lokasi Mal Setos.
2. Menyediakan tempat penitipan dan bermain anak di Giant Setos sehingga para ibu dan ayah dapat berbelanja dengan tenang.
3. Menyediakan jasa delivery produk di kawasan Serpong dengan biaya charge yang murah.
Pembahasan Masalah
Berikut akan kami lampirkan sebuah artikel yang kami dapat dari “www.mediakonsumen.com” dan akan menjadi bahan pembahasan kami mengenai analisis pembukaan cabang baru supermarket Giant di Setos (Serpong Town Square).
Feb 8
Re-Opening Giant Hypermarket Serpong Town Square?
Filed Under Analysis, Giant
Persaingan yang ketat di industri retail (Mass Merchant, Retail Property), mulai membawa korban terutama di Jakarta. Tidak sedikit pemain yang menyingkir dari Jakarta, atau lempar handuk putih sekalian alias menyerah. Bagaimana dengan Serpong Town Square? udah beberapa minggu ini, jika anda sering melintas Jalan Tol Jakarta-Tangerang, anda akan melihat sign board Giant Hypermarket yang menyala lagi di Serpong Town Square.
Apakah ini pertanda Giant Hypermarket akan buka lagi di Setos?
Serpong Town Square atau yang lebih dikenal dengan Setos, sekarang ini mengalami hal yang menyedihkan. Di awal pembukaannya, Setos mempunyai Anchor Tenant seperti Giant Hypermarket, Electronic Solution.
Tapi hal ini tidak berlangsung lama. Satu persatu tenant utama itu menutup outletnya di Setos lantaran sepi pengunjung. Meskipun konon keduanya tidak mengeluarkan uang sewa untuk kehadirannya di Setos.
Setos dijuluki Mall kuburan lantaran sepinya pengunjung. Apakah hal ini lantaran kalah bersaing dengan Carrefour Cikokol yang terletak tidak jauh dari sana? Tidak lama setelah Carrefour Cikokol hadir, Alfa Cikokol yang merupakan cabang terbesar Alfa pun tutup, dan akhirnya Alfa nya sendiri malah dibeli Carrefour.
Faktor lain, adalah tingkat persaingan yang semakin tinggi di sekitar kawasan itu. Jika kita perhatikan mulai dari pintu tol Tangerang hingga Serpong, sudah berdiri beberapa tempat belanja. Mulai dari WTC Matahari dengan Hypermart, Summarecon Mal Serpong dengan Fresh Marketnya, Makro, Giant, dst.
Selain itu, konon sepinya pengunjung Setos lantaran tidak ada Angkot yang ngetem di sekitar kawasan itu. Sebelumnya daerah yang dikenal sebagai tempat ngetemnya Angkot nyari penumpang. Dan situasi itu sekarang sudah tidak ada lagi.
Perlu usaha keras untuk menarik pengunjung ke Setos. Persaingan yang keras diantara pusat perbelanjaan yang lain, daya beli masyarakat yang masih diragukan terutama di daerah Tangerang dan sekitarnya, dan kombinasi tenant di Mall itu sendiri.
Dengan dibukanya kembali Giant di Setos, sebenarnya pertanda bahwa pengelola Setos pun berbuat sesuatu, meskipun hasilnya masih dapat dipertanyakan di kemudian hari. Kita tunggu saja.
Solving Problem
• Time Context
Permasalahan yang dialami oleh Giant hypermarket di Setos terjadi pada tanggal 8 Februari 2008
• View Point
Dairy Farm, yang merupakan induk perusahaan dari Giant dan Giant itu sendiri adalah pihak yang bertangung jawab atas kejadian tersebut. Karena Dairy Farm tidak dapat berkoordinasi dengan pihak manajemen Giant, dan Giant Setos yang pada dasarnya memiliki manajemen yang kurang baik.
• Central Problem
Permasalahan utama yang dihadapi Giant Setos pada saat itu adalah:
1. Sepinya pengunjung yang datang ke mal tersebut. Faktor penting yang membuat suatu mal ramai adalah dukungan dari fasilitas transport umum yang berada atau melewati daerah tersebut, contoh Pluit Village (dulunya Mega Mall) dilewati oleh angkot B06, U10, dan Metromini 02, serta bajaj-bajaj dan taksi yang tersedia di Pluit Village. Namun hal yang terjadi di mal Setos, memang ada kendaraan umum yang lewat tapi mereka tidak mau ngetem lagi disana.
2. Faktor selanjutnya disebabkan karena kurangnya dukungan dari pihak pengelola Setos untuk mempromosikan isi mal tersebut kepada masyarakat di sekitar kawasan Serpong. Kami ambil contoh lagi Pluit Village. Untuk menjadi Pluit Village, Mega Mall membutuhkan renovasi yang sangat lama, yaitu memakan waktu sekitar 2 tahun, dan itupun belum sepenuhnya renovasi tersebut selesai. Pada saat yang bersamaan, dibukalah Mal Pluit Junction dan Emporium yang jaraknya sangat berdekatan dari Pluit Village, yaitu hanya sekitar 500m. Waktu itu banyak masyarakat yang meyakini bahwa Pluit Village tidak akan mampu menyaingi mal tersebut, namun tidak demikian kenyataannya.
3. Kurang strategisnya letak Giant Setos dibandingkan tempat-tempat pembelanjaan lain di kawasan tersebut seperti Carrefour Cikokol dan Sumarecon Mal Serpong.
4. Kurang gencarnya promo-promo yang diadakan oleh pihak Giant di Setos dibandingkan Carrefour Cikokol.
• Objective
o Must
Tujuan yang harus dicapai oleh Giant Hypermarket Setos dalam waktu singkat adalah meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke mal tersebut agar mencapai target yang mereka buat yaitu sekitar 80% dari 100% (8000 orang/ bulan selama 1 tahun pertama)
o Want
Dengan tercapainya tujuan utama tersebut, diharapkan bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan profitnya sebesar 20% dari total BEP (Break Even Point) di tahun pertama.
• Area of Consideration
o Internal
Me-manage pembukuan antara pemasukan, pengeluaran, dan profit dengan seefektif mungkin, sehingga dapat menekan harga jual produk sampai seekonomis mungkin. Selain itu juga menggunakan pegawai dalam jumlah yang secukupnya sehingga tidak terjadi pemborosan uang untuk hal-hal yang sifatnya berlebihan.
o External
1. Menyediakan halte-halte di sekitar mal Setos, dimana angkutan umum dapat ngetem atau menurunkan penumpang tanpa mengganggu kelancaran arus lalu lintas di daerah tersebut, sehingga lebih memudahkan orang-orang untuk dapat berbelanja di Giant yang terletak di Setos. Selain itu bisa juga didukung pihak pengelola mal dengan disediakannya shuttle bus menuju mal Setos, seperti yang dapat kita lihat pada pusat-pusat perbelanjaan seperti Citraland dan WTC Mangga Dua.
2. Meminta dukungan promosi dari pihak Mal Setos. Contohnya adalah dengan membuat handbook-handbook kecil yang berisi promosi-promosi yang sedang diadakan di took-toko dalam mal tersebut, dimana handbook tersebut terbit setiap bulannya dan dibagikan gratis ke rumah-rumah di sekitar kawasan Serpong. Selain itu pihak mal Sentos juga dapat meningkatkan jumlah pengunjung dengan mengadakan event-event khusus di mal tersebut, misalnya mengadakan ajang pencarian bakat atau lomba nyanyi, atau mungkin dengan mendatangkan artis.
3. Membagikan katalog produk Giant Setos ke rumah-rumah di kawasan Serpong, dengan begitu kami meyakini jumlah pengunjung di mal Setos tersebut akan meningkat, sehingga tidak perlu lagi ada pergantian usaha-usaha retail di mal Setos tersebut.
• Alternative Course of Action
Langkah alternative yang dapat diambil oleh pihak Giant adalah dengan
1. Memindahkan Giant Hypermarket ke lokasi lain yang lebih strategis dibandingkan di lokasi Mal Setos.
2. Menyediakan tempat penitipan dan bermain anak di Giant Setos sehingga para ibu dan ayah dapat berbelanja dengan tenang.
3. Menyediakan jasa delivery produk di kawasan Serpong dengan biaya charge yang murah.
strategi menghadapi ACFTA di Indonesia
Benar. Sebenarnya, dari dulu produk Cina yang terkenal murah sudah membuat pebisnis lokal ketar-ketir. Namun karena ACFTA, Januari ini, 83% dari 8.738 produk impor Cina bebas masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai bea masuk. Wajarlah terjadi kecemasan lantaran dulu pun telah membawa dampak, apalagi sekarang yang tanpa bea masuk.
Pertanyaannya: mengapa produk Cina berharga murah dan semakin bagus kualitasnya?
Kenali lawanmu dan kenali dirimu. Untuk mengenal lawan, amati sisi technical dan sisi human social-nya. Kita lihat sisi teknis. Pertama, Cina unggul di 12 faktor kompetisi bisnis (GCI Cina di 29, Indonesia di 54). Kecuali faktor efisiensi pasar barang dan jasa, Cina menang telak di faktor sistem birokrasi yang cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi tenaga kerja dan ukuran pasar (sehingga mampu mencapai economies of scale).
Kedua, Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi, sehingga mengurangi biaya riset & pengembangan, serta dapat memproduksi barang yang bervariasi dalam waktu singkat. Ketiga, adanya tax free policy selama tiga tahun pertama untuk perusahaan joint venture, subsidi 13,5% dari pemerintahan lokal dalam bentuk tax refund, pinjaman bank yang hanya 3% per tahun, serta banyaknya industri pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor barang. Mata uang yuan yang dipatok terhadap US$ membuat harga ekspor barang Cina menjadi sangat murah.
Keempat, sistem politik di Cina lebih terbuka dan tidak memberangus kritik lagi sehingga mendorong perbaikan bersinambung. Contohnya, ada pertemuan tahunan yang disebut Chinese Economists Society.
Sekarang kita lihat sisi human-social. Pertama, adanya jejaring keluarga. Pebisnis Cina bisa menekan biaya pemasaran karena menggunakan jejaring ini untuk promosi. Kedua, ada trust antarpedagang, terutama kredit yang dilandasi guanxi (hubungan). Guanxi ini tidak hanya pada keluarga, tetapi juga kesamaan asal daerah, sekolah dan persahabatan.
Ketiga, investasi luar biasa di sektor pendidikan. Pada 1998, 3,4 juta pelajar masuk ke universitas. Empat tahun kemudian, pendaftaran universitas naik 165% dan siswa Cina yang ke luar negeri naik 152%. Setelah lulus mereka kembali dan membangun negerinya. Walau awalnya hanya menjadi pabrik alih daya, karena SDM-nya sudah menguasi teknologi, tak mengherankan perusahaan Cina seperti Lenovo bisa membeli IBM Thinkpad, Huawei mengancam Cisco dan Ericsson, serta Haier mengejar GE, Whirlpool dan Maytag.
Keempat, walau upah tenaga kerja hampir sama, buruh Cina bekerja lebih efisien (Cina di peringkat 32, Indonesia di 75 dari 133 negara). Produktivitas pekerja Cina naik 6% per tahun (1978-2003). Di Cina, satu produk butuh seorang pekerja. Di Indonesia, butuh tiga pekerja. Tukang batu di Cina benar-benar tukang batu tulen sementara di Indonesia adalah petani yang menganggur.
Lantas, bagaimana mengatasinya?
Langkah awalnya adalah analisis kompetensi inti Anda. Kenali dirimu berarti harus mengetahui betul apa kompetensi inti kita yang tidak dimiliki Cina. Hati-hati: kompetensi inti tidaklah sama dengan sumber daya yang kita miliki, seperti pertambangan, perkebunan/pertanian, properti dan infrastruktur. Sektor perkebunan, misalnya, memang Indonesia memiliki luas lahan yang besar, tetapi output-nya perlu digenjot agar lebih valuable, rare, costly to imitate dan non-substitutable. Karenanya, diperlukan audit manajemen strategis oleh pihak ketiga agar Anda tahu persis kekuatan dan kelemahan yang eksis di perusahaan.
Lalu, hadapi strategi harga murah Cina dengan empat cara. Pertama, menjalankan strategi harga lebih murah dari Cina, yakni menggunakan cara cloner, imitator, adapter (yang meniadakan biaya R&D), dan relokasi pabrik. Cara kedua, meningkatkan diferensiasi seperti layanan pascajual yang lebih baik, misalnya garansi uang kembali, produk yang berdasarkan kebudayaan asli Indonesia, hassle free experience, atau spesialisasi yang memanjakan konsumen terutama di sektor jasa.
Cara ketiga, melakukan inovasi produk yang lebih murah tetapi cukup berkualitas dengan Blue Ocean Strategy. Cara keempat, menerapkan strategi positioning “ada harga ada rupa”. Produk makanan Cina dikenal berbahaya: mainan anak beracun, komestiknya mengandung merkuri, susu mengandung melamin, perhiasan imitasi Cina mengandung logam berat kadmium. Banyak yang bilang kain batik asal Cina memang murah tetapi motifnya tidak bagus, kasar, dan kainnya kalau dipakai terasa panas di badan, sedangkan kain batik di Solo motifnya cukup bagus, begitu juga kualitasnya.
Tentunya, mengenal karakteristik pembeli sangat membantu dalam penentuan strategi. Pembeli dapat dibagi menjadi tiga golongan: premium, value for money dan ekonomi. Nah, produk Cina sebenarnya lebih diterima pembeli ekonomi dan value for money.
Terakhir, perkuat gotong-royong dan tolong-menolong. Dayagunakan jalinan kekeluargaan, kedaerahan dan alumni untuk membangun social capital seperti di Cina. Selain itu, tentunya pemerintah juga harus berperan lebih aktif membantu industri dalam negeri melalui strategi nontarif seperti pengetatan seluruh Standar Nasional Indonesia, pemberian label halal, serta pendayagunaan Komite Anti-Dumping dan Komite Pengamanan Perdagangan. Juga, membatasi ekspor energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, membuat kebijakan fasilitas pajak, mereformasi birokrasi dan memperbaiki infrastruktur.
sumber www.yahoo.com
Pertanyaannya: mengapa produk Cina berharga murah dan semakin bagus kualitasnya?
Kenali lawanmu dan kenali dirimu. Untuk mengenal lawan, amati sisi technical dan sisi human social-nya. Kita lihat sisi teknis. Pertama, Cina unggul di 12 faktor kompetisi bisnis (GCI Cina di 29, Indonesia di 54). Kecuali faktor efisiensi pasar barang dan jasa, Cina menang telak di faktor sistem birokrasi yang cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi tenaga kerja dan ukuran pasar (sehingga mampu mencapai economies of scale).
Kedua, Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi, sehingga mengurangi biaya riset & pengembangan, serta dapat memproduksi barang yang bervariasi dalam waktu singkat. Ketiga, adanya tax free policy selama tiga tahun pertama untuk perusahaan joint venture, subsidi 13,5% dari pemerintahan lokal dalam bentuk tax refund, pinjaman bank yang hanya 3% per tahun, serta banyaknya industri pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor barang. Mata uang yuan yang dipatok terhadap US$ membuat harga ekspor barang Cina menjadi sangat murah.
Keempat, sistem politik di Cina lebih terbuka dan tidak memberangus kritik lagi sehingga mendorong perbaikan bersinambung. Contohnya, ada pertemuan tahunan yang disebut Chinese Economists Society.
Sekarang kita lihat sisi human-social. Pertama, adanya jejaring keluarga. Pebisnis Cina bisa menekan biaya pemasaran karena menggunakan jejaring ini untuk promosi. Kedua, ada trust antarpedagang, terutama kredit yang dilandasi guanxi (hubungan). Guanxi ini tidak hanya pada keluarga, tetapi juga kesamaan asal daerah, sekolah dan persahabatan.
Ketiga, investasi luar biasa di sektor pendidikan. Pada 1998, 3,4 juta pelajar masuk ke universitas. Empat tahun kemudian, pendaftaran universitas naik 165% dan siswa Cina yang ke luar negeri naik 152%. Setelah lulus mereka kembali dan membangun negerinya. Walau awalnya hanya menjadi pabrik alih daya, karena SDM-nya sudah menguasi teknologi, tak mengherankan perusahaan Cina seperti Lenovo bisa membeli IBM Thinkpad, Huawei mengancam Cisco dan Ericsson, serta Haier mengejar GE, Whirlpool dan Maytag.
Keempat, walau upah tenaga kerja hampir sama, buruh Cina bekerja lebih efisien (Cina di peringkat 32, Indonesia di 75 dari 133 negara). Produktivitas pekerja Cina naik 6% per tahun (1978-2003). Di Cina, satu produk butuh seorang pekerja. Di Indonesia, butuh tiga pekerja. Tukang batu di Cina benar-benar tukang batu tulen sementara di Indonesia adalah petani yang menganggur.
Lantas, bagaimana mengatasinya?
Langkah awalnya adalah analisis kompetensi inti Anda. Kenali dirimu berarti harus mengetahui betul apa kompetensi inti kita yang tidak dimiliki Cina. Hati-hati: kompetensi inti tidaklah sama dengan sumber daya yang kita miliki, seperti pertambangan, perkebunan/pertanian, properti dan infrastruktur. Sektor perkebunan, misalnya, memang Indonesia memiliki luas lahan yang besar, tetapi output-nya perlu digenjot agar lebih valuable, rare, costly to imitate dan non-substitutable. Karenanya, diperlukan audit manajemen strategis oleh pihak ketiga agar Anda tahu persis kekuatan dan kelemahan yang eksis di perusahaan.
Lalu, hadapi strategi harga murah Cina dengan empat cara. Pertama, menjalankan strategi harga lebih murah dari Cina, yakni menggunakan cara cloner, imitator, adapter (yang meniadakan biaya R&D), dan relokasi pabrik. Cara kedua, meningkatkan diferensiasi seperti layanan pascajual yang lebih baik, misalnya garansi uang kembali, produk yang berdasarkan kebudayaan asli Indonesia, hassle free experience, atau spesialisasi yang memanjakan konsumen terutama di sektor jasa.
Cara ketiga, melakukan inovasi produk yang lebih murah tetapi cukup berkualitas dengan Blue Ocean Strategy. Cara keempat, menerapkan strategi positioning “ada harga ada rupa”. Produk makanan Cina dikenal berbahaya: mainan anak beracun, komestiknya mengandung merkuri, susu mengandung melamin, perhiasan imitasi Cina mengandung logam berat kadmium. Banyak yang bilang kain batik asal Cina memang murah tetapi motifnya tidak bagus, kasar, dan kainnya kalau dipakai terasa panas di badan, sedangkan kain batik di Solo motifnya cukup bagus, begitu juga kualitasnya.
Tentunya, mengenal karakteristik pembeli sangat membantu dalam penentuan strategi. Pembeli dapat dibagi menjadi tiga golongan: premium, value for money dan ekonomi. Nah, produk Cina sebenarnya lebih diterima pembeli ekonomi dan value for money.
Terakhir, perkuat gotong-royong dan tolong-menolong. Dayagunakan jalinan kekeluargaan, kedaerahan dan alumni untuk membangun social capital seperti di Cina. Selain itu, tentunya pemerintah juga harus berperan lebih aktif membantu industri dalam negeri melalui strategi nontarif seperti pengetatan seluruh Standar Nasional Indonesia, pemberian label halal, serta pendayagunaan Komite Anti-Dumping dan Komite Pengamanan Perdagangan. Juga, membatasi ekspor energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, membuat kebijakan fasilitas pajak, mereformasi birokrasi dan memperbaiki infrastruktur.
sumber www.yahoo.com
Langganan:
Postingan (Atom)